tari tradisional khas maluku
Tari Tradisional Maluku
Tari Tradisional Maluku ke #1 : Tari Katreji
Tari Katreji termasuk tari pergaulan daerah Maluku yang sering ditampilkan pada acara pelantikan pejabat di Maluku seperti pelantikan Kepala Desa, Bupati maupun Gubernur. Tarian ini dipercaya merupakan salah satu produk akulturasi budaya dari penjajah pada masa lalu (Belanda dan Portugis) serta budaya lokal Maluku.
Perpaduan tersebut masih nampak terdapat dalam aba-aba yang menggunakan bahasa Belanda maupun Portugis serta ragam pola gerak tariannya.
Tari Katreji dari Maluku ini diiringi oleh alat musik modern maupun alat musik tradisional Maluku yang terdiri dari Biola, Ukulele, suling bambu, gitar, tifa dan bas. Walaupun alunan musik yang dihasilkan lebih pada nuansa eropa, namun tarian ini sudah menjadi bagian dari Budaya Provinsi Maluku.
Tari Katreji |
Tari Tradisional Maluku ke #2 Tari Orlapei
Tarian Orlapei adalah tarian tradisional Maluku yang dipertunjukan dalam rangka penyambutan para tamu kehormatan pada acara-acara Desa di Maluku. Tari Orlapei pada umumnya menggambarkan suasana hati yang gembira dari seluruh masyarakat terhadap kedatangan tamu kehormatan di Negeri/Desa-nya, dan menjadi ungkapan Selamat Datang.
Kombinasi pola lantai dan gerak serta rithem musik lebih memperkuat ungkapan betapa seluruh masyarakat Negeri/Desa setempat merasa sangat senang dengan hadirnya tamu kehormatan di Negeri/Desa mereka.
Tarian orlapei menggunakan properti “gaba-gaba” (bagian tangkai dari pohon sagu/rumbia sebagai makanan khas rakyat Maluku, dan dalam dialek Maluku disebut “jaga sagu”) Diiringi alat musik tradisional rakyat Maluku, yaitu : Tifa, Suling Bambu, Ukulele, dan Gitar.
Tari Tradisional Maluku ke #3 Tari Saureka reka
Seperti
halnya tari Orlapei, tari Saureka reka menggunakan properti gaba-gaba.
Tarian Saureka-reka yang merupakan tari tradisional Maluku ini mirip
dengan permainan engklek
namun memiliki sedikit perbedaan yaitu apabila dalam permainan
tradisional engklek sang pemain harus melompat dan tidak boleh menginjak
garis gambar, sedangkan pada tarian saureka-reka, pemain harus melompat
menari mengikuti sekaligus menghindari hentakan gaba-gaba yang
dimainkan oleh pemain lainnya.
Tari
Saureka-reka biasanya terdiri dari 8 orang penari , terdiri dari 4
orang laki-laki yang bertugas menghentakan gaba-gaba dan 4 orang
perempuan yang menari diatara gaba-gaba mengikuti irama musik
tradisional Maluku yang mengiringi tarian saureka-reka.
Tari Sanureka-reka |
Tari Tradisional Maluku ke #4 Tari Cakalele
Cakalele merupakan tarian perang berasal dari Maluku yang dibawakan oleh pria dan wanita secara berpasangan. Tarian yang diiringi musik tifa (drum), suling, dan bia (kerang besar) ini biasanya ditampilkan dalam rangka menyambut tamu atau dalam perayaan adat.
Penari pria mengenakan pakaian yang didominasi warna merah dan kuning sambil membawa parang dan tameng (salawaku). Sedangkan penari perempuan mengenakan pakaian warna putih sembari menggenggam sapu tangan (lenso) di kedua tangannya.
Cakalele dari Maluku |
Tari Tradisional Maluku ke #5 Tari Lenso
Tarian tradisional ini merupakan tari pergaulan dan sangat identik dengan kaum muda-mudi. Tarian Lenso yang juga sering dipentaskan di Minahasa Sulawesi Utara ini sering dijadikan media untuk mencari pasangan hidup. Oleh sebab itu, Tari Lenso (selendang) sering dipentaskan di keramaian seperti acara penikahan atau tahun baru. Jumlah penarinya biasanya berjumlah 6 sampai 10 orang. Musik pengiringnya antara lain tambur minahasa, suling, kolintang, dan tetengkoren.
Sumber: tradisikita
1. Saureka-reka
Saureka-reka tarian tradisional maluku
Saureka-reka disebut juga dengan tari gaba-gaba (pelepah pohon sagu).
Tarian tradisional maluku ini sebenarnya lebih mirip seperti permainan
engklek. Perbedaanya, dalam permainan engklek sang pemain harus melompat
dan tidak boleh menginjak garis gambar, sedangkan pada tarian
saureka-reka pemain harus melompat menari mengikuti sekaligus
menghindari hentakan gaba-gaba.
Tarian saureka-reka menuntut kelincahan kaki dan fokus dari pemainnya.
Tarian ini biasanya terdiri dari 8 orang penari, 4 laki-laki yang
bertugas menghentakkan gaba-gaba dan 4 perempuan yang menari di antara
gaba-gaba mengikuti irama tifa (alat musik seperti kendang khas Maluku)
dan ukulele.
Tarian asli Maluku ini, biasanya digunakan sebagai bentuk ucapan terima
kasih atas anugerah kehidupan dan kesuburan dari Tuhan YME. Selain itu,
tarian ini juga ditampilkan pada acara-acara penyambutan tamu, sebagai
simbol rasa terima kasih dari penduduk kepada tamu tersebut karena telah
berkenan berkunjung ke Maluku.
2. Lenso
Lenso
Lenso atau tarian muda-mudi. Lenso sendiri adalah sebuah kain yang
berbentuk seperti selendang kecil atau saputangan. Masyarakat dari
daerah timur Indonesia biasa menyebut selendang kecil dengan Lenso.
Fungsi dari lenso dalam tarian ini adalah sebagai alat persetujuan atau
penolakan. Jumlah penarinya beragam ada yang terdiri dari 6 hingga 10
orang dalam satu kali pementasan.
Tarian ini biasanya disimbolkan sebagai tarian pencarian jodoh bagi
muda-mudi yang masih lajang/bujang. Saat menari penari akan
menghempaskan lensonya kepada pemuda atau pemudi yang dituju. Jika
selendangnya di terima, maka cinta dari sang penari diterima oleh pemuda
atau pemudi tersebut. Namun jika lensonya dibuang maka cinta dari sang
penari telah ditolak.
Tarian ini bisanya dipentaskan dalam acara pesta pernikahan, pesta
perayaan panen cengkah dan kopi, tahun baru dan kegiatan-kegiatan
lainnya. Musik pengiring tarian ini dihasilkan dari perpaduan irama
tambur minahasa, suling, kolintang, dan tetengkoren.
3. Cakalele
Cakalele
Cakalele atau tarian perang. Tarian ini biasanya dibawakan secara
beramai-ramai. Jumalah penarinya bisa mencapai 30 orang yang terdiri
dari laki-laki dan perempuan dan mereka saling berpasangan. Tidak
seseram namanya, tarian ini biasanya dipentaskan dalam rangka menyambut
tamu, pembukaan acara tertentu dan perayaan adat.
Tarian ini memiliki keistimewaan tersendiri. Keistimewaan tersebut
berasal dari atribut yang dikenakan penari. Celana berwarna merah
menyimbolkan keberanian dari rakyat Maluku dalam menghadapi perang.
Pedang atau parang pada tangan kanan menyimbolkan harga mati dari harga
diri penduduk Maluku. Tameng (salawaku) menyimbolkan protes terhadap
sistem pemerintahan yang tidak memihak kepada rakyat.
Tarian ini biasanya diiringi dengan alunan musik yang berasal dari
perpaduan antara tifa (kendang khas Maluku), suling, dan bia (suling
khas Maluku yang terbuat dari kerang besar).
4. Orlapei
Orlapei
Tarian orlapei adalah tarian penyambutan untuk tamu-tamu kehormatan yang
berkunjung ke negeri di Maluku. Di Maluku sebutan negeri biasanya
dipakai untuk menyebut desa/kampung, seperti Negeri Lima atau Desa Lima.
Tarian orlapei adalah wujud dari dari rasa terima kasih dan kegembiraan
seluruh masyarakat suatu negeri atas kedatangan tamu yang telah berkenan
menginjakkan kaki ke tanah Maluku.
Tarian ini diiringi dengan lantunan irama dari tifa, suling bambu,
ukulele dan gitar. Lantunan irama alat musik dan lincahnya gerakan dari
penari diharapkan dapat mampu menyampaikan rasa terima kasih dari para
penduduk kepada tamu kehormatan tersebut.
Penari dalam tarian ini terdiri dari pria dan wanita. Biasanya, tarian
ini dibawakan oleh muda-mudi Maluku. Gerakan tari yang begitu serasi,
energik dan dinamis dapat memperlihatkan aura persahabatan, perdamaian
dan kebersamaan yang menjadi simbol dari ketulusan hati dari para
penduduk negeri.
5. Katreji
Katreji
Tari katreji atau tari pergaulan, biasanya tarian ini ditampilkan pada
upacara-upacara pelantikan pemimpin (Kepala Desa, Gubernur dan Bupati).
Tarian ini konon menurut sejarah, merupakan sebuah artikulasi dan
perpaduan dua budaya yaitu budaya Eropa (Portugis dan Belanda) dengan
budaya Maluku.
Perpaduan tersebut nampak dari penyampaian aba-aba yang masih
menggunakan bahasa Belanda dan Portugis dalam perubahan pola lantai
ataupun gerakan dalam tarian. Hal ini disebut sebagai proses perpaduan
budaya. Seiring dengan perkembangannya, tarian ini kemudian menjadi
suatu budaya yang hampir di setiap upacara-upacara atau pun pesta rakyat
selalu ditampilkan.
Tarian ini diiringi oleh perpaduan irama dari biola, ukulele, suling
bambu, gitar, tifa dan bas. Alunan musiknya masih lebih menonjol ke arah
musik Eropa. Walaupun demikian, tarian ini masih digemari oleh
masyarakat Maluku, dan dianggap sebagai bagian dari budaya.
6. Bambu Gila
Bambu Gila
Bambu Gila, tarian ini agak sedikit memiliki aura horror/mistis. Jelas
saja, konon disebut tarian bambu gila karena mampu membuat penarinya
seperti sedang mabuk melangkah tak tentu arah. Tarian ini menggunakan
batang bambu sebagai fokus utama dalam tarian.
Tarian ini biasanya dimainkan oleh para lelaki, selain penari tarian ini
juga terdiri atas seorang pawang. Cara menarinya cukup sederhana, para
penari hanya kan memeluk/mendekap batang bambu, setelah bambu dipeluk
oleh penari, sang pawang mulai membacakan mantra.
Setelah itu, sang pawang meniupkan asap kemenyan ke dalam lubang pada
ujung-ujung batang bambu lalu berteriak menyerukan kata “Gila” sebanyak
tiga kali. Setelah itu, dengan sendirinya bambu akan berguncang tak
tentu arah hingga membuat penari-penari yang memeluk terlihat seperti
sedang mabuk.
Alunan musik dari tifa baru akan dimulai setelah bambu mengguncang para
penari. Penari harus mengeluarkan tenaga mereka untuk mengendalikan
bambu. Proses pengendalian membuat penari bergerak tak tentu arah
sehingga nampak seperti orang gila. Guncangan baru bisa berhenti setelah
sang pawang membacakan mantra untuk memberhentikannya.
*Jika Anda mengambil referensi dari artikel ini, mohon kerendahan hatinya untuk mencantumkan link sumber ini: https://bacaterus.com/?p=10346
*Jika Anda mengambil referensi dari artikel ini, mohon kerendahan hatinya untuk mencantumkan link sumber ini: https://bacaterus.com/?p=10346
1. Saureka-reka
Saureka-reka tarian tradisional maluku
Saureka-reka disebut juga dengan tari gaba-gaba (pelepah pohon sagu).
Tarian tradisional maluku ini sebenarnya lebih mirip seperti permainan
engklek. Perbedaanya, dalam permainan engklek sang pemain harus melompat
dan tidak boleh menginjak garis gambar, sedangkan pada tarian
saureka-reka pemain harus melompat menari mengikuti sekaligus
menghindari hentakan gaba-gaba.
Tarian saureka-reka menuntut kelincahan kaki dan fokus dari pemainnya.
Tarian ini biasanya terdiri dari 8 orang penari, 4 laki-laki yang
bertugas menghentakkan gaba-gaba dan 4 perempuan yang menari di antara
gaba-gaba mengikuti irama tifa (alat musik seperti kendang khas Maluku)
dan ukulele.
Tarian asli Maluku ini, biasanya digunakan sebagai bentuk ucapan terima
kasih atas anugerah kehidupan dan kesuburan dari Tuhan YME. Selain itu,
tarian ini juga ditampilkan pada acara-acara penyambutan tamu, sebagai
simbol rasa terima kasih dari penduduk kepada tamu tersebut karena telah
berkenan berkunjung ke Maluku.
2. Lenso
Lenso
Lenso atau tarian muda-mudi. Lenso sendiri adalah sebuah kain yang
berbentuk seperti selendang kecil atau saputangan. Masyarakat dari
daerah timur Indonesia biasa menyebut selendang kecil dengan Lenso.
Fungsi dari lenso dalam tarian ini adalah sebagai alat persetujuan atau
penolakan. Jumlah penarinya beragam ada yang terdiri dari 6 hingga 10
orang dalam satu kali pementasan.
Tarian ini biasanya disimbolkan sebagai tarian pencarian jodoh bagi
muda-mudi yang masih lajang/bujang. Saat menari penari akan
menghempaskan lensonya kepada pemuda atau pemudi yang dituju. Jika
selendangnya di terima, maka cinta dari sang penari diterima oleh pemuda
atau pemudi tersebut. Namun jika lensonya dibuang maka cinta dari sang
penari telah ditolak.
Tarian ini bisanya dipentaskan dalam acara pesta pernikahan, pesta
perayaan panen cengkah dan kopi, tahun baru dan kegiatan-kegiatan
lainnya. Musik pengiring tarian ini dihasilkan dari perpaduan irama
tambur minahasa, suling, kolintang, dan tetengkoren.
3. Cakalele
Cakalele
Cakalele atau tarian perang. Tarian ini biasanya dibawakan secara
beramai-ramai. Jumalah penarinya bisa mencapai 30 orang yang terdiri
dari laki-laki dan perempuan dan mereka saling berpasangan. Tidak
seseram namanya, tarian ini biasanya dipentaskan dalam rangka menyambut
tamu, pembukaan acara tertentu dan perayaan adat.
Tarian ini memiliki keistimewaan tersendiri. Keistimewaan tersebut
berasal dari atribut yang dikenakan penari. Celana berwarna merah
menyimbolkan keberanian dari rakyat Maluku dalam menghadapi perang.
Pedang atau parang pada tangan kanan menyimbolkan harga mati dari harga
diri penduduk Maluku. Tameng (salawaku) menyimbolkan protes terhadap
sistem pemerintahan yang tidak memihak kepada rakyat.
Tarian ini biasanya diiringi dengan alunan musik yang berasal dari
perpaduan antara tifa (kendang khas Maluku), suling, dan bia (suling
khas Maluku yang terbuat dari kerang besar).
4. Orlapei
Orlapei
Tarian orlapei adalah tarian penyambutan untuk tamu-tamu kehormatan yang
berkunjung ke negeri di Maluku. Di Maluku sebutan negeri biasanya
dipakai untuk menyebut desa/kampung, seperti Negeri Lima atau Desa Lima.
Tarian orlapei adalah wujud dari dari rasa terima kasih dan kegembiraan
seluruh masyarakat suatu negeri atas kedatangan tamu yang telah berkenan
menginjakkan kaki ke tanah Maluku.
Tarian ini diiringi dengan lantunan irama dari tifa, suling bambu,
ukulele dan gitar. Lantunan irama alat musik dan lincahnya gerakan dari
penari diharapkan dapat mampu menyampaikan rasa terima kasih dari para
penduduk kepada tamu kehormatan tersebut.
Penari dalam tarian ini terdiri dari pria dan wanita. Biasanya, tarian
ini dibawakan oleh muda-mudi Maluku. Gerakan tari yang begitu serasi,
energik dan dinamis dapat memperlihatkan aura persahabatan, perdamaian
dan kebersamaan yang menjadi simbol dari ketulusan hati dari para
penduduk negeri.
5. Katreji
Katreji
Tari katreji atau tari pergaulan, biasanya tarian ini ditampilkan pada
upacara-upacara pelantikan pemimpin (Kepala Desa, Gubernur dan Bupati).
Tarian ini konon menurut sejarah, merupakan sebuah artikulasi dan
perpaduan dua budaya yaitu budaya Eropa (Portugis dan Belanda) dengan
budaya Maluku.
Perpaduan tersebut nampak dari penyampaian aba-aba yang masih
menggunakan bahasa Belanda dan Portugis dalam perubahan pola lantai
ataupun gerakan dalam tarian. Hal ini disebut sebagai proses perpaduan
budaya. Seiring dengan perkembangannya, tarian ini kemudian menjadi
suatu budaya yang hampir di setiap upacara-upacara atau pun pesta rakyat
selalu ditampilkan.
Tarian ini diiringi oleh perpaduan irama dari biola, ukulele, suling
bambu, gitar, tifa dan bas. Alunan musiknya masih lebih menonjol ke arah
musik Eropa. Walaupun demikian, tarian ini masih digemari oleh
masyarakat Maluku, dan dianggap sebagai bagian dari budaya.
6. Bambu Gila
Bambu Gila
Bambu Gila, tarian ini agak sedikit memiliki aura horror/mistis. Jelas
saja, konon disebut tarian bambu gila karena mampu membuat penarinya
seperti sedang mabuk melangkah tak tentu arah. Tarian ini menggunakan
batang bambu sebagai fokus utama dalam tarian.
Tarian ini biasanya dimainkan oleh para lelaki, selain penari tarian ini
juga terdiri atas seorang pawang. Cara menarinya cukup sederhana, para
penari hanya kan memeluk/mendekap batang bambu, setelah bambu dipeluk
oleh penari, sang pawang mulai membacakan mantra.
Setelah itu, sang pawang meniupkan asap kemenyan ke dalam lubang pada
ujung-ujung batang bambu lalu berteriak menyerukan kata “Gila” sebanyak
tiga kali. Setelah itu, dengan sendirinya bambu akan berguncang tak
tentu arah hingga membuat penari-penari yang memeluk terlihat seperti
sedang mabuk.
Alunan musik dari tifa baru akan dimulai setelah bambu mengguncang para
penari. Penari harus mengeluarkan tenaga mereka untuk mengendalikan
bambu. Proses pengendalian membuat penari bergerak tak tentu arah
sehingga nampak seperti orang gila. Guncangan baru bisa berhenti setelah
sang pawang membacakan mantra untuk memberhentikannya.
*Jika Anda mengambil referensi dari artikel ini, mohon kerendahan hatinya untuk mencantumkan link sumber ini: https://bacaterus.com/?p=10346
*Jika Anda mengambil referensi dari artikel ini, mohon kerendahan hatinya untuk mencantumkan link sumber ini: https://bacaterus.com/?p=10346
Komentar
Posting Komentar