tari tradisional khas banyuwangi

1. Tari Gandrung

 
Tari Banyuwangi yang satu ini telah menjadi lambang kota Banyuwangi hingga Banyuwangi sering dipanggil sabagai Kota Gandrung. Tari Gandrung adalah tari perayaan panen yang terinspirasi pada pesona Dewi Sri yang dianggap sebagai Dewi Padi dan Kemakmuran. Pada awalnya tarian ini diperankan oleh para laki-laki yang didandani layaknya para perempuan. Namun kini para penari perempuan yang masih terlihat aktif. Hal ini dikarenakan fatwa para ulama’ yang melarang laki-laki berdandan dan berkelakuan seperti perempuan. Namun yang kini menjadi ikon Kota Banyuwangi adalah Tarian Gandrung wadon atau Tarian Gandrung Wanita.

2. Tari Seblang

Tari seblang merupakan cikal bakal terciptanya tari gandrung. Tari ini masih dilestarikan dua desa di Banyuwangi, yakni Desa Oleh Sari dan Desa Bakungan. Dua desa ini memiliki kesamaan dalam pelaksannanya yakni penari adalah seorang wanita yang ketika menari dimasuki roh halus nenek moyang. Namun dua desa ini juga memiliki beberapa perbedaan dalam detail pelaksanaannya. Desa Oleh Sari memilih penari seorang wanita kecil yang belum akil balig. Sedangkan di Desa Bakungan penarinya adalah wanita yang sudah berumur dan tidak lagi mengalami haid (menopause). Waktu pelaksanaan juga berbeda, jika Desa Oleh Sari melaksanakannya di satu minggu setelah Hari Raya Idul Fitri, maka Desa Bakungan melaksanakannya satu minggu setelah Hari Raya Idul Adha.

3. Tari Erek-erek

Tari Banyuwangi yang satu ini lebih menuju ke arah tata cara pemuda dan pemudi memulai hubungan asmara. Diawali dengan memandang, mengatur pertemuan khusus hingga menuju pada hubungan yang lebih serius.

4. Tari Santri Mulih

Merupakan tari Banyuwangiyang cukup baru hadir di Banyuwangi. Tarian ini diciptakan oleh Bp. Sumitro atau yang biasa dipanggil Kang Mitro pendiri dan pemimpin Sanggar Tari Jingga Putih. Tari ini diciptakan tahun 2008. Sedangkan tema yang diambil adalah kisah para santri pesantren yang menimba ilmu di pesantren dan akhirnya kembali ke rumah dan berbaur kembali dengan masyarakat.

5. Barong Banyuwangi

Tari Banyuwangi yang satu ini biasa dipertunjukkan di acara adat “Barong Ider Bumi” yang diadakan tahunan di Desa Kemiren Banyuwangi. Acara adat tersebut dipercaya dapat menolak balak. Iring-iringan barong itu diarak keliling kampung. Dibelakangnya ada tujuh perempuan tua yang membawa ubo rampe (perkakas ritual) dan lima perempuan pembawa beras kuning dan uang Rp 99.900

6. Tari Puput Bayu

Merupakan Tari Banyuwangi bernuansa perang. Puput Bayu merupakan perang terkejam di Banyuwangi antara para penduduk asli Blambangan dan VOC Belanda. Peperangan ini dikemas dalam sebuah seni tari yang diberi judul “Tari Puput Bayu”.
 

7 Janger

Teater Janger atau kadang disebut Damarwulan atau Jinggoan, merupakan pertunjukan rakyat yang sejenis dengan ketoprak dan ludruk. Pertunjukan ini hidup dan berkembang di wilayah Banyuwangi, Jawa Timur serta mempunyai lakon atau cerita yang diambil dari kisah-kisah legenda maupun cerita rakyat lainnya. Selain itu juga sama-sama dilengkapi pentas, sound system, layar/ tirai, gamelan, tari-tarian dan lawak. Serta pembagian cerita dalam babak-babak yang dimulai dari setelah Isya hingga menjelang Subuh.

8 Rengganis

Rengganis adalah kesenian drama tadisional yang berkembang di Banyuwangi, diperkirakan berasal dari Kerajaan Mataram Islam. Sebetulnya masalah nama kesenian tersebut di Banyuwangi sangat beragam, ada yang menyebut Prabu Roro, ada yang juga yang menyebut Umar Moyo. Namun ada benang merahnya, yaitu nama-nama tersebut mengacu kepada nama tokoh yang diangkat dalam kesenian tersebut. Antara lain Putri Rengganis dan Prabu Roro seorang raja putri dan adipati Umar Moyo dari kerajaan Guparman.
Namun hingga saat ini belum ada penelitian yang mengakitkan dengan keberadaan kesenian serupa yang sampai sekarang masih berkembang di daerah Bantul dan Sleman Togyakarta Sementara cerita yang diangkat dari kesenian “Rengganis” diambil dari buku Serat Menak. Tokoh-tokoh yang populer dalam kesenian Rengganis adalah Jemblung, abdi Umar Moyo, Lam Dahur (kalau dalam pewayangan mirip Werkudoro) Pati Tejo Matal, Jayengrono.
Selain unsur-unsur islam yang sangat menonjol dalam kesenian tersebut, juga ada kalimat-kalimat mantra yang sering diuncapkan Umar Moyo saat meminta kekuatan senjata pamungkasnya, yaitu Kasang Tirto Nadi. Umar Moyo Selalu berucap “Laillah Hailalloh Nabi Ibrohim Kamilulloh. Mbal-Gambal Mustoko malih. Sang Kasang Tirtyo Nadi, aku njaluk panguasamu kasang iso …..”
Setiap tokoh mempunyai karasteristik, seperti tokoh pewayangan. Teknik pentas dan jejer, atau sampa’an seperti dalam wayang orang Setiap adegan, tokoh suatu kerajaan akan keluar bersama-sama. Kecuali permasuiri, Raja dan para patik. Tari setiap tokoh juga mempunyai ciri khas tersendiri, begitu juga gending musik pengiring.
Pada tahun 1960-an, atau ketika pergolakan politik di negeri ini. Selain seni drama yang bersumber cerita dari penyebaran Islam di Persia, Rengganis juga sering digunakan alat Propaganda oleh LESBUMI dari NU. Sementara LKN dengan Angklung Dwi Laras dan (Lekra?) PKI dengan kesenian Genjer-Genjer.
 
 
Sumber:

Komentar

Postingan populer dari blog ini

tari tradisional khas maluku

tari tradisional khas riau

tari tradisional khas kalimantan tengah