tari tradisional khas
5 tarian tradisional NTT 1.Tari Perang (Tari Caci)
Tari Perang atau tari Caci merupakan tarian tradisional masyarakat Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Tarian ini menunjukkan sifat-sifat keperkasaan dan kepandaian mempermainkan senjata, seperti cambuk dan perisai. Para penari menggunakan kostum dan properti perlengkapan perang. Mereka dengan ekspresif bergerak menirukan perilaku kala berperang.
Tarian ini diperagakan oleh dua penari pria dengan menggunakan cambuk dan perisai. Keunikan tarian ini terlihat dari kepandaian para penari memperagakan garakan tari sambil mempermainkan senjata dengan lincah.
Pakaian yang dipakaian penari terdiri atas celana panjang dilengkapi kain tenunan asli hasil kerajinan tenun tradisional. Pakaian ini terlihat sebagai pakaian yang menunjukkan ciri khas tari Caci atau tari Perang. Badan penari bagian atas dibiarkan terbuka. Sebagai penutup kepala dipakai sejenis topi helm yang sekaligus berfungsi sebagai perisai kepala dan muka agar tidak cedera.
Di Pulau Roti, tarian Caci atau tari Perang ini dibawakan dengan iringan musik sasando timur. Di Flores, tarian ini diiringi dengan permainan gong dan suling bambu. Biasanya tarian ini dipertunjukkan dalam pesta perkawinan
2. Tari Gareng Lameng
Tarian ini dipertunjukkan pada upacara khitanan yang mengandung maksud ucapan selamat serta mohon berkat kepada Tuhan agar yang dikhitan, sehat lahir-batin, dan sukses dalam hidupnya.
3. Tari Cerana
Tarian ini merupakan tarian upacara penyambutan tamu yang melambangkan bagaimana menyambut tamu. Para penari membawa tempat sirih yang disebut Cerana. Kemudian cerana tersebut diserahkan kepada para tamu sebagai tanda kehormatan dan ucapan selamat datang.
Tari Cerana ditampilkan oleh masing-masing 6 orang penari pria dan wanita dengan mengenakan pakaian adat Nusa Tenggara Timur serta iringan musik. Gerakan penari pada tarian ini cenderung lembut sebagai simbol kehormatan.
Pertunjukan diawali dengan penampilan penari wanita mengunakan iringan musik selanjutnya penari pria bergabung dengan gerakan yang berbeda namun tetap seirama. Penari wanita membawa sirih dan pinang untuk diberikan kepada para penonton dengan menampilkan gerakan yang lembut, sedangkan penari pria melakukan gerakan tari dengan merentangkan tangan.
Tarian ini diiringi dengan alat musik sasando yang dimainkan dengan tempo lambat dan lembut, sehingga terjalin hubungan antara alunan musik sasando dengan gerakan penari. Para penari mengenakan pakaian adat, dengan memakai sarung dari dada sampai kaki. Pada rambut mengenakan konde sebagai cerminan khas Kupang serta menggunakan ikat kepala berbentuk sabit. Penari pria mengenakan pakaian adat berupa baju lengan panjang kain selempang dan sarung serta menggunakan ikat kepala.
4. Tari Higimitan
Sebuah tarian yang menggambarkan rasa saling kasih sayang antara dua insan pria dan wanita. Dalam tarian ini digambarkan seorang wanita yang meminta sirih pinang yang kuning. Sebagai tanda kasih sayang seorang pria, dipanjatlah sirih pinang yang kuning itu, walaupun pohonnya sangat tinggi dan licin.
5. Tari Kataga
Tari Kataga merupakan tarian khas Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur yang bernuansa peperangan. Tarian ini merupakan bagian dari upacara ritual, yaitu upacara penyembahan terhadap arwah nenek moyang agar térhindar dari kelaparan dan kemiskinan. Dengan perisai dan senjata lengkap di tangan. para lelaki menari dengan semangat seorang pahlawan perang.
Tari Kataga dimainkan oleh 8 atau lebih penari pria dengan pakaian khas Sumba dengan menggunakan perlengkapan berupa pedang dan perisai. Dalam pertunjukan tarian ini para penari memperagakan adegan peperangan dengan iringan musik yang cepat serta suara teriakan penari yang keras sehingga memperlihatkan kemeriahan pertunjukan tari ini.
Dalam pertunjukan tari Kataga alat musik yang digunakan untuk mengiringi biasanya adalah alat musik gong dengan irama cepat. Dengan iringan beberapa alat musik gong dan teriakan penari, tepukan perisai serta gemerincing lonceng yang dipasang dibadan penari menghasilkan perpaduan suara yang khas dan meriah.
sumber : senibudayaku
Komentar
Posting Komentar